Kajian Hukum penundaan pelaksanaan Pilkades di Kabupaten Sampang

penundaan pelaksanaan Pilkades di Kabupaten Sampang

Fenomena penundaan pelaksanaan Pilkades terjadi pada tanggal 30 Juni 2021 di kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Bupati Sampang mengumumkan untuk menunda pelaksanaan Pilkades di kabupaten Sampang sampai tahun 2025.

Berikut Kajian Hukum penundaan pelaksanaan Pilkades di Kabupaten Sampang

Kebijakan penundaan Pilkades sampai tahun 2025 tersebut dimuat dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021. Pasalnya 2 gelombang Pilkades di kabupaten Sampang harus dilaksanakan sebelum tahun 2025, yaitu pada tahun 2021 sebagai lanjutan dari Pilkades tahun 2015 dan  tahun 2023 sebagai lanjutan dari Pilkades tahun 2017.

Kemudian gelombang ketiga (3) akan dilaksanakan pada tahun 2025 sebagai lanjutan dari Pilkades tahun 2019. Pilkades kabupaten Sampang tersebut dilakukan dalam tiga (3) gelombang sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 pasal 40 ayat (2), bahwa Pilkades secara serentak dapat dilaksanakan bergelombang paling banyak tiga  kali dalam jangka waktu 6 tahun.

Pada tahun 2015 pemerintah kabupaten Sampang telah berhasil melaksanakan Pilkades di 111 desa. Karena masa jabatan kepala desa hanya berlangsung selama 6 tahun, maka 111 desa tersebut masa jabatanya berakhir pada tahun 2021. Sedangkan pada tahun 2021 tersebut Bupati Sampang memutuskan untuk menunda pelaksanaan Pilkades sampai pada tahun 2025.

Selain 111 desa yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2021, terdapat sekitar 30 desa lebih yang masa jabatannya akan berakhir juga pada tahun 2023, karena ia mulai menjabat pada tahun 2017. Sehingga sebagai dampak dari ditundanya pelaksanaan Pilkades sampai tahun 2025, terdapat 140 lebih desa akan mengalami kekosongan pemimpin.

Dalam mengisi kekosongan kepemimpinan ini pemerintah kabupaten Sampang akan menunjuk Penjabat (PJ) Kepala Desa yang langsung dipilih dan ditetapkan Oleh Bupati Sampang. PJ tersebut diusulkan oleh pejabat di kecamatan, dan PJ terpilih akan menjabat sampai tahun 2025. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. PJ dimaksud menjabat selama 4 tahun sampai Pilkades kembali dilaksanakan. Meskipun terbilang cukup lama, namun pemerintah kabupaten Sampang akan bertanggung Jawab terhadap kinerja PJ dan menjamin bisa  bekerja dengan baik.

Bahkan pemerintah kabupaten Sampang akan melakukan evaluasi terhadap kinerja PJ secara berkala setiap 6 bulan sekali dan dengan evaluasi tersebut pemkab Sampang bisa mengkaji, adakah PJ yang bekerja tidak sesuai dengan ketentuan. Sehingga ketika  ditemukan PJS yang tidak sesuai maka akan dicopot dan diganti oleh pemkab.

Penundaan Pilkades sampai tahun 2025 bukanlah penundaan dalam waktu yang sebentar. Dalam hal ini masyarakat Sampang harus menunggu 4 tahun lamanya untuk kembali bisa ikut serta dalam pelaksanaan Pilkades di tempatnya. Padahal seperti yang kita ketahui, Pilkades merupakan pesta demokrasi rakyat yang dilakukan dalam 6 tahun sekali.

Maka penundaan Pilkades sampai tahun 2025 oleh Bupati Sampang ini patut di duga menjadi kepentingan pribadi bupati sampang dan di duga terdapat unsur perampasan hak demokrasi rakyat.
PJS tersebut akan menjabat dalam waktu yang relatif lama padahal berdasarkan surat yang dikeluarkan kemendagri tentang penundaan Pilkades serentak, tidak menginstruksikan kepada daerah menunda Pilkades dalam waktu yang lama, akan tetapi hanya ketika PPKM darurat atau ketika covid 19 tidak bisa dikendalikan, dan setelah itu diperbolehkan kembali untuk melaksanakan Pilkades di tengah-tengah bencana non alam Covid -19 dengan syarat penerapan protokol kesehatan yang ketat sebagaimana mekanismenya telah diatur dalam Permendagri No.72 tahun 2020.

Berangkat dari sinilah Bupati Sampang mengeluarkan kebijakan untuk menunda pelaksanaan Pilkades di daerahnya sampai tahun 2025. Padahal ada 111 desa yang seharusnya melaksanakan Pilkades di tahun 2021 dan ada sekitar 30 desa lebih yang Pilkadesnya harus dilaksanakan pada tahun 2023.
Penundaan pelaksanaan Pilkades Sampang tercantum dalam Surat Keterangan (SK) Bupati nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 tertanggal 30 Juni 2021.

Memang benar dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 pasal 57 diatur tentang kebolehan untuk menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades), namun yang berhak untuk mengambil kebijakan menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) adalah Menteri. Pasal tersebut menegaskan : Pasal 57 (1) Dalam hal terjadi kebijakan penundaan pelaksanaan Pilkades, kepala Desa yang habis masa jabatannya tetap diberhentikan dan selanjutnya Bupati/walikota mengangkat penjabat kepala Desa. (2) Kebijakan penundaan pelaksanaan pemilihan kepala Desa  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

asal tersebut menjelaskan tentang kebolehan menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades), namun yang mempunyai kewenangan untuk menunda pelaksanaan Pilkades adalah Menteri sesuai dengan pasal 57 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Sedangkan dalam kasus yang diangkat dalam penelitian ini kebijakan untuk menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) sampai tahun 2025 ditetapkan oleh Bupati Sampang. Maka kebijakan yang mengatur penundaan pelaksanaan Pilkades sampai tahun 2025 oleh Bupati Sampang batal demi hukum karena SK tersebut dibuat oleh pejabat yang tidak berwenang.

Hal ini telah menyalahi ketentuan tentang Asas-Asas Pembentukan peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011.
UU No. 12 Tahun 2011 Pasal 5 mengatur dalam membentuk Peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik yang salah satunya adalah Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat.

Artinya adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundangundangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

Kemudian, ketika penundaan Pilkades di kabupaten Sampang ini diputuskan dengan Surat Keterangan (SK) Bupati nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 tertanggal 30 Juni 2021, maka peraturan tersebut juga bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya, yaitu UU No. 06 tahun 2014 yang mengharuskan Bupati/Walikota untuk melaksanakan pemilihan kepala desa (Pilkades) ketika masa kerja kepala desa yang sedang menjabat berakhir. Sekalipun diperbolehkan untuk ditunda, harus didasarkan dengan alasan dan dasar hukum yang jelas.

Maka sejatinya, kebijakan penundaan Pilkades sampai tahun 2025 oleh Bupati Sampang yang dimuat dalam Surat Keterangan (SK) Bupati nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 telah bertentangan dengan Asas hukum Lex Superior Derogat Legi inferiori, di mana Undang-Undang (norma/aturan hukum yang lebih tinggi meniadakan keberlakuan Undang-Undang (norma/aturan hukum) yang lebih rendah, dan peraturan yang lebih rendah harus merujuk dan mendasarkan diri pada peraturan yang lebih tinggi.

Dalam artian suatu peraturan PerundangUndangan tidak boleh bertentangan peraturan Perundangan di atasnya. Kendati salah satu landasan hukum yang digunakan adalah Permendagri Nomor 72 Tahun 2020. Namun ketika kita telaah lebih dalam lagi, Permendagri tersebut justru tidak hanya memperbolehkan untuk menunda pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) dalam situasi pandemi covid -19 yang tidak bisa dikendalikan. Permendagri a quo tersebut juga menjelaskan bagaimana pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) tetap bisa dilaksanakan di masa pandemi yang masih bisa dikendalikan dengan syarat harus mematuhi protol kesehatan. Teknik tersebut diatur  di dalam Permendagri a quo pasal 5 sampai pasal 44D secara detail mulai dari pembentukan panitia sampai pada tahap pemungutan suara.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat kita pahami bahwa pelaksanaan Pilkades pada masa pandemi tidak dilarang secara mutlak, hanya saja ketika pandemi covid -19 tidak bisa dikendalikan peraturan tersebut memperbolehkan untuk menundanya sampai situasi kembali normal. Maka ketika Bupati Sampang menunda pelaksanaan Pilkades dengan alasan pandemi covid-19, kurang bisa dibenarkan karena sesungguhnya pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) tersebut tetap bisa dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan
Pejabat kepala daerah khususnya Bupati/Walikota memiliki kewenangan yang sangat luas dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Kewenangan yang luas ini cenderung disalahgunakan sehingga menimbulkan kerugian dan ketidakadilan terhadap masyarakat.

Seharusnya kepala daerah harus berpegang teguh terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam menjalankan pemerintahannya demi terwujudnya pelaksanaan pemerintah yang baik (good governance) sesuai dengan pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Salah satu AUPB yang disebutkan dalam pasal tersebut adalah kepastian hukum.

Dampak  yang terjadi disebabkan penundaan pelaksanaan Pilkades sampai tahun 2025 oleh Bupati Sampang adalah Ketidakpastian Hukum di dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini disebabkan Kebijakan yang diambil tersebut menyalahi asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa kebijakan penundaan pilkades yang disebutkan dalam sk bupati tersebut telah bertentangan dengan asas Kelembagaan/Pejabat yang Tepat dan asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori. Dari sinilah ketidakpastian hukum dalam menyelenggarakan pemerintahan muncul. 

Selain itu, ketika Pilkades di Kabupaten Sampang berhasil ditunda sampai tahun 2025, dan pada tahun tersebut Pemerintah Kabupaten Sampang berhasil melaksanakan Pilkades serentak maka hal ini berdampak terhadap lemahnya legitimasi Kepala Desa terpilih. Hal ini karena kebijakan penundaan Pilkades ini bertentangan dengan Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta mendapat banyak kritikan dari masyarakat Sampang.

Salah satu kritikan itu muncul dari Aziz Muslim Haruna, ia telah mengirim surat keberatan kepada gubernur Jawa Timur setelah sebelumnya mengirim surat ke Bupati Sampang tapi tidak mendapat respon.

Pertama menurutnya Interval pelaksanaan pelaksanaan Pilkades serentak seharusnya ditentukan berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup), bukan berdasarkan Surat Keterangan (SK) Bupati nomor 188.45/272/KEP/434.013/2021 tertanggal 30 Juni 2021 tersebut.

 
Kedua, penundaan pelaksanaan Pilkades tersebut tidak atas dasar rekomendasi panitia Pilkades tingkat kabupaten karena pada kenyataannya Bupati Sampang memang belum membentuk panitia Pilkades per tahun 2021.

Ketiga, penundaan Pilkades harus berdasarkan pada ketetapan Menteri Dalam Negeri, bukan Surat Keputusan (SK) Bupati.
keempat, Surat Keputusan Bupati tidak boleh bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan di atasnya (baik PP, Permendagri, maupun Perbup).

Agenda Pemilihan kepala desa (Pilkades) sebenarnya merupakan kegiatan politik pada tingkat lokal yang menjadi cerminan dari Indonesia sebagai negara demokrasi. Dengan Pemilihan kepala desa (Pilkades) masyarakat dilibatkan dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin mereka, sehingga pemimpin yang terpilih diharapkan bisa mensejahterakan masyarakatnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa esensi dari demokrasi itu sendiri adalah bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat serta sering kita mendengar bahwa di negara demokrasi kekuasaannya berasal dari rakyat dan untuk rakyat.

Seharusnya dengan dilaksanakannya pemilihan kepala desa (Pilkades) di Sampang pada saat covid-19 dapat dikendalikan dan tidak ditunda dalam waktu yang lama, masyarakat Sampang bisa kembali berpartisipasi dalam memilih kepala desa yang akan memimpinnya selama 6 (enam) tahun berikutnya.

Akan tetapi dengan adanya kebijakan penundaan Pilkades tersebut, masyarakat Sampang telah kehilangan hak demokrasinya. Hal ini karena ketika terjadi kekosongan kepemimpinan maka yang akan menggantikan sebagai Kepala Desa adalah Penjabat (PJ) Kepala Desa, di mana PJ Ini dipilih dan ditetapkan langsung oleh Bupati Sampang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

 
Dari penjelasan di atas kami berharap kepada semua pihak utamanya kepada Presiden Republik Indonesia agar mendorong pemerintah kabupaten Sampang mencabut Surat Keputusan (SK) tentang penundaan pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) sampai tahun 2025 di kabupaten Sampang dan membuat  kebijakan baru untuk melaksanakan pemilihan kepala desa (Pilkades) di desa-desa yang masa kerja kepemimpinannya berakhir pada tahun 2021. Kebijakan yang dibuat tersebut harus mengacu terhadap Permendagri No. 72 tahun 2020 tentang pemilihan kepala desa pada masa pandemi covid -19.

"PEJUANG DEMOKRASI"

Komentar